
Detikjam.com Ketegangan diplomatik kembali mencuat ke permukaan setelah Presiden Tiongkok, Xi Jinping, secara halus namun tegas menyampaikan sindiran terhadap mantan Presiden Amerika Serikat, Donald Trump.
Momen itu terjadi dalam sebuah forum strategis yang dihadiri para pemimpin negara-negara Amerika Latin—kawasan yang semakin menjadi medan pengaruh antara dua kekuatan besar dunia.
Pernyataan Xi, yang sarat makna dan penuh simbolisme diplomatik, menyoroti bahaya pendekatan unilateral serta kebijakan proteksionis yang kerap diterapkan selama masa kepemimpinan Trump.
Meski tidak menyebut nama secara eksplisit, pesan yang disampaikan Xi sangat jelas bagi para pendengar: dunia tidak lagi membutuhkan kekuatan hegemonik yang memaksakan kehendaknya, tetapi membutuhkan kerja sama berbasis saling menghormati dan keadilan.
Dengan retorika yang dirancang untuk menggugah simpati negara-negara berkembang, Xi juga mempertegas posisi Tiongkok sebagai mitra yang lebih stabil, inklusif, dan berorientasi jangka panjang bagi Amerika Latin.
Pernyataan Xi bukanlah sekadar kritik biasa. Di balik bahasa yang sopan dan diplomatis, tersembunyi pesan strategis yang ingin menunjukkan bahwa Tiongkok adalah pemain utama dalam dunia multipolar.
Diplomasi Tiongkok telah berubah secara signifikan dalam dua dekade terakhir—dari sekadar pengamat pasif menjadi aktor aktif yang berani mengambil posisi.
Kawasan Amerika Latin selama ini dikenal sebagai 'halaman belakang' Amerika Serikat. Namun, Tiongkok perlahan-lahan mengikis dominasi itu dengan investasi, pinjaman, dan kerja sama pembangunan infrastruktur.
Melalui Belt and Road Initiative, Tiongkok telah menjalin hubungan ekonomi yang erat dengan banyak negara di kawasan ini. Maka tak heran jika Xi memilih forum ini untuk menyampaikan sindirannya.
Dalam pidatonya, Xi Jinping menyampaikan bahwa, “Kita tidak boleh kembali ke era di mana satu negara ingin mendikte dunia. Dunia ini terlalu besar dan kompleks untuk dikendalikan oleh satu kekuatan.
” Pernyataan ini sontak menarik perhatian banyak pihak, karena sangat menggambarkan gaya diplomasi Trump selama menjabat—mengutamakan kepentingan nasionalnya di atas segalanya dan kerap menarik diri dari kerja sama internasional.
Selain itu, Xi juga menekankan pentingnya membangun hubungan yang dilandasi “kepercayaan, bukan tekanan; kesetaraan, bukan dominasi.
” Ini adalah sindiran yang sangat jelas terhadap retorika dan kebijakan luar negeri Trump, seperti perang dagang dengan Tiongkok, penarikan dari Perjanjian Paris, hingga tekanan pada WHO selama pandemi COVID-19.