![]() |
Nuseir Yassin lebih dikenal sebagai Nas Daily. Foto/instagram |
Detikjam.com - Nas Daily adalah sosok yang cukup dikenal di jagat media sosial global. Melalui video berdurasi satu menit yang sering viral di Facebook dan YouTube, pria bernama asli Nuseir Yassin ini sukses menyampaikan berbagai cerita inspiratif dari berbagai belahan dunia.
Namun, di balik kepopulerannya, ada kisah menarik mengenai identitas dan perjuangannya untuk bisa mengunjungi negara-negara tertentu—termasuk Malaysia, yang dikenal melarang masuknya warga Israel.
Siapa Nas Daily?
Nuseir Yassin lahir pada tahun 1992 di Arraba, sebuah kota kecil di Israel bagian utara. Ia berasal dari keluarga Muslim keturunan Arab-Palestina, dan merupakan warga negara Israel.
Pendidikan tingginya ditempuh di Harvard University, Amerika Serikat, di mana ia meraih gelar di bidang ekonomi.
Setelah lulus, Yassin sempat bekerja sebagai software engineer di New York sebelum akhirnya memutuskan untuk meninggalkan kariernya demi menjadi konten kreator.
Pada tahun 2016, ia memulai proyek “1.000 video harian”—sebuah tantangan pribadi untuk membuat satu video berdurasi satu menit setiap hari selama 1.000 hari berturut-turut. Proyek ini melejitkan namanya dan membuat “Nas Daily” dikenal luas.
Tantangan Paspor Israel
Sebagai warga negara Israel, Nas menghadapi hambatan besar ketika ingin mengunjungi negara-negara yang tidak memiliki hubungan diplomatik dengan Israel, seperti Malaysia, Indonesia, Pakistan, dan sejumlah negara Arab.
Malaysia, misalnya, memiliki kebijakan resmi yang melarang masuknya pemegang paspor Israel, bahkan untuk urusan non-politik seperti pariwisata atau pekerjaan kreatif.
Kondisi ini menjadi masalah serius bagi Nas Daily, yang pekerjaannya mengharuskannya bepergian ke berbagai penjuru dunia untuk membuat konten.
Beli Paspor Karibia untuk Bisa Masuk Malaysia
Dalam sebuah pernyataan yang sempat viral di media sosial, Nas mengungkap bahwa ia telah membeli paspor dari Saint Kitts and Nevis, sebuah negara kepulauan kecil di kawasan Karibia.
Nilai paspor tersebut ditaksir mencapai sekitar Rp2 miliar. Tujuannya? Agar ia bisa masuk ke negara-negara yang melarang paspor Israel, termasuk Malaysia.
Saint Kitts and Nevis dikenal sebagai salah satu negara yang menawarkan program “kewarganegaraan melalui investasi” (citizenship by investment).
Dengan membayar sejumlah uang atau berinvestasi dalam proyek pemerintah, seseorang bisa memperoleh kewarganegaraan dan paspor dari negara tersebut, yang memiliki akses bebas visa ke lebih dari 150 negara.
Nas menegaskan bahwa ia tidak sedang berusaha “menyembunyikan” asal-usulnya, tetapi ingin mencari solusi agar bisa menjalankan pekerjaannya tanpa terganjal batas politik. Ia tetap terbuka mengenai latar belakangnya sebagai Muslim dan mantan warga Israel.
Reaksi Netizen dan Media
Langkah Nas Daily membeli paspor alternatif menuai berbagai respons. Banyak yang memuji keputusan tersebut sebagai bentuk kecerdikan dalam mengatasi keterbatasan geopolitik.
Namun, tidak sedikit pula yang menganggapnya sebagai langkah kontroversial, apalagi mengingat isu-isu sensitif yang menyangkut Israel dan negara-negara Muslim.
Beberapa pihak menilai tindakan ini sebagai “jalan pintas” yang tidak menyentuh akar masalah politik, sementara yang lain melihatnya sebagai cara damai untuk menyatukan dunia lewat konten dan cerita.
Nas Daily adalah contoh nyata bahwa teknologi dan media sosial mampu menyatukan manusia di atas batas-batas negara dan agama.
Meskipun tantangan politik dan kewarganegaraan membuatnya harus mencari cara alternatif seperti membeli paspor asing, semangatnya dalam menyebarkan pesan kemanusiaan tetap konsisten.
Kisah Nas bukan hanya tentang perjalanan seorang konten kreator, tetapi juga tentang bagaimana seseorang bisa melampaui batas identitas demi menjangkau lebih banyak orang dengan pesan-pesan positif.
Dalam dunia yang semakin terfragmentasi, kisah seperti ini menjadi pengingat bahwa jembatan empati dan pengertian bisa dibangun, bahkan dari video satu menit